........ Tumbuk Erdemu Bayu! Alangkah senang dan bahagia jikalau menerima undangan ataupun sekedar kabar berita “Tenah Kerja..... Tumbuk Erdemu Bayu”
baik dari anggota keluarga ataupun sahabat kita. Namun, tahukah Anda
makna sesungguhnya yang tersirat dalam kepala surat undangan pernikahan
Karo tersebut?
Kebanyakan dari kita tidak mau ambil pusing dan dengan
gamblang akan mengatakan “itu menandakan undangan pernikahan!” Ya,
memang benar! Tapi, apakah sudah sepenuhnya benar atau sudahkah kita
yakin akan kebenaran dari pemahaman yang kita terima yang sudah
berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama ini? Hm.... Bagaimana?
Atau mungkin, setelah membaca ini Anda merasa sedikit dibohongi, ataupun
memilih tidak peduli saja
1. Petuturken
Petuturken, yaitu penikahan antatara dua belah pihak(laki-laki dan perempuan) yang dimana ayah si perempuan dan ibu si laki-laki,
"bukan bersaudara!"(tidak se-merga/beru). Dalam adat Karo dikatakan:
“mereka(si laki-laki dan perempuan yang ingin menikah) bukan [e-]rimpal” dan pernikahan yang seperti ini tidak dilarang asalkan mereka bukan erturang(satu merga ataupun sub-merga, kecuali pada beberapa sub-merga dari merga Sembiring dan Peranginangin), erturang sepemeren(tutur) dan erturang impal,
atupun adanya perjanjian antara merganya(sub-merga) atau keluarga
secara pribadi, seperti pada sub-merga Karo-karo “Sitepu” dengan
sub-merga Peranginangin “Sebayang”.
2. Erdemu Bayu
Erdemu Bayu, adalah pernikahan yang dimana ayah si perempuan
adalah bersaudara(baik ber-saudara kandung maupun se-merga, atau
sub-merga) dengan ibu si laki-laki. Dalam adat Karo hubungan ini(si
laki-laki dan perempuan) disebut “[e-]rimpal” Adat Karo sangat mendukung dan menyarankan hubungan(pernikahan) seperti ini! Dalam hal ini, si perempuan disebut dengan beru puhun atau lebih luas dikenal dengan beru singumban.
3. Merkat Sinuan
Merkat Senuan,
adalah pernikahan antara perempuan yang kedudukan orang tuan dan
keluarganya secara adat dalam keluarga si laki-laki yang hendak
menikahinya dalah sebagai Puang Kalimbubu. Ataupun dengan kata lain, antara putri Puang Kalimbubu dengan Anak Beru Menteri-nya (anak beru mentri ayah si perempuan). Atau dengan kata lain, seorang laki-laki hendak menikahi impal dari impalnya(turangku-nya). Dalam adat Karo, hubungan mereka ini sesungguhnya dikatakan er-turangku, yang dimana ditabukan untuk berhubungan bahkan bersapaan-pun dilarang oleh adat(rebu).
Pernikahan yang
seperti ini dalam adat Karo sebisa mungkin sangat dihindari, namun dalam
beberapa situasi dan keadaan pada zaman sekarang ini sudah dapat
dimaklumi dan diterima walau oleh karena beberapa hal sebagai
pertimbangan.
Beberapa hal yang biasa menjadi alasam sehingga pernikahan semacam ini terjadi, adalah sebagai berikut.
- Kalimbubu tidak menikahi putri dari Puang Kalimbubu
- Kalimbubu tidak memiliki putra atau bahkan tidak memiliki putra yang seusia dengan putri Puang Kalimbubu untuk menikahi anak(putri) dari Puang Kalimbubu itu.
- Kalimbubu tidak mempunyai putri untuk dinikahi(tidak ada impal kita), sehingga untuk terus menjalin silaturahmi dan terjalinnya terus hubungan kekeluargaan diusulkanlah untuk diadakan hubungan(pernikahan) merkat sinuan ini.
- Perlajangen(perantauan) juga sering menjadi sebuah alasan hubungan ini dapat terjalin. Oleh karena tingal di tempat perantauan yang sama dan tidak ada pria atau wanita Karo ditempat mereka, sehingga untuk mempertahankan darah adat, alasan ini dapat dimaklumi.
4. La Arus
La [h-]Arus(tidak seharusnya, pantang, tabu, dilarang, dihindari) dalam masyarakat(adat) Karo seseorang menikahi(menikah) dengan turang(kecuali pada merga Sembiring dan Peranginangin), turang impal, ataupun turang sepemeren. Hal ini sangat dihindari bahkan dikatakan la arus(tidak seharusnya, tidak pantas), sehingga ada anekdot Karo mengataken “badau(saling
memangsa)”, apalagi dengan turang baik se-merga, sub-merga, ataupun
turang sepemeren(ibu bersaudara). Mungkin untuk turang sepemeren ini,
yang dilarang adalah se-pemeren yang masih dalam satu darah
keturunan(ibu bersaudara kandung atau setidaknya satu kakek) walaupun
demikian sebisa mungkin ini juga sangat dihindari.
Yups! Itulah empat jenis
pernikahan pada masyarakat Karo jika ditinjau dari Orat tutur(sistem
kekerabatan) yang berdasarkan jauh dekatnya(jarak) hubungan
kekerabatannya.
Bagaimana? Apakah
pernikahan Anda juga “Erdemu Bayu” atau Anda merasa ditipu atau
dibohongi oleh si-pengundang dengan mengatakan kerja perjabun(pesta
pernikahan)-nya merupakan kerja perjabun erdemu bayu? Hehehe.! Tidak
usah marah, karena itu sudah menjadi sebuah kekeliruan yang lazim.!
Lazim?









